Sabtu, 18 Mei 2013
HALAMAN
PENGESAHAN
Laporan
Lengkap Praktikum Kimia Analitik II dengan judul “Kromatografi Penukar Ion”
yang disusun oleh:
Nama : Nurul Hidayah
Nim : 1113040039
Kelas/Kelompok : Pendidikan Kimia (A)/V
Telah
diperiksa dan dikoreksi dan disetujui oleh Asisten, maka dinyatakan diterima.
A.
Judul
Percobaan
“Kromatografi
Penukar Ion”.
B.
Tujuan
Percobaan
Menentukan
kapasitas dari penukar ion dan memisahkan campuran Ni2+ dan Fe2+
dengan resin penukar ion.
C.
Landasan
teori
Kromatografi
adalah teknik untuk memisahkan campuran menjadi komponennya dengan bantuan
perbedaan sifat fisik masing-masing komponen. Alat yang digunakan terdiri atas
kolom yang didalamnya diisikan fasa stasioner (padatan atau cairan). Campuran
ditambahkan ke kolom dari ujung satu dan campuran akan bergerak dengan bantuan
pengemban yang cocok (fasa mobil). Pemisahan dicapai oleh perbedaan laju turun
masing-masing komponen dalam kolom, yang ditentukan oleh kekuatan adsorpsi atau
koefisien partisi antara fasa mobil dan fasa diam (stasioner) (Takeuchi, 2009).
Tahun
1903 Tswett menemukan teknik kromatografi. Teknik ini bermanfaat sebagai cara
untuk menguraikan suatu campuran. Dalam kromatogafi, komponen-komponen
terdistribusi dalam dua fase. Salah satu fase adalah fase diam. Transfer massa
antara fase bergerak dan fase diam terjadi bila molekul-molekul campuran serap
pada permukaan partikel-partikel atau terserap di dalam pori-pori partikel atau
terbagi ke dalam sejumlah cairan yang terikat pada permukaan atau di dalam
pori. Ini adalah sorpsi (penyerapan). Laju perpindahan suatu molekul zat
terlarut teartentu di dalam kolom atau lapisan tipis zat penyerap secara
langsung berhubungan dengan bagian molekul-molekul tersebut di antara fase
bergerak dan fase diam. Jika ada perbedaan penahana secara selektif, maka masing-masing
kmponen akan bergerak sepanjang kolom dengan laju yang tergantung pada
karakteristik masing-masing penyerapan. Jika pemisahan terjadi, masing-masing
komponen keluar dari kolom pada interval waktu yang berbeda, mengingat bahwa
proses keseluruhan adalah fenomena migrasi secara diferensial yang dihasilkan
oleh tenaga pendorong tidak selektif berupa aliran fase bergerak (Khopkar,
2010:135-136).
Pekerjaan
pemisahan secara kromatografi dengan
mempergunakan resin penukar ion telah dilakukan oleh beberapa peneliti dalam
usaha untuk memisahkan produk-produk reaksi fisi. Bahan pertukaran ion adalah
zat yang tak dapat larut yang mengandung ion. Ion ini dapat ditukar gantikan
oleh ion dari dalam larutan elektrolit. Ion fosfat merupakan pangganggu yang dijumpai
dalam banyak analisis yang melibatkan penetapan logam. Namun jika larutan itu
dilewatkan kolom resin penukar anion dalam bentuk ion klorida, maka ion fosfat
itu digantikan oleh ion klorida. Sama juga, penentuan fosfat dipersukar oleh
adana pelbagai ion logam, tetapi jika larutan itu dilewatkan kolom reasin
penukar kation dalam bentuk terprotonkan, maka kation pengaganggu digantikan
oleh hidrogen ion (Basset, 1994: 10-11).
Menurut Khopkar (2010:16), resin penukar ion berdasarkan pada keberadaan gugus labilnya dapat secara luas diklasifikasikan dalam empat golongan, yakni:
Menurut Khopkar (2010:16), resin penukar ion berdasarkan pada keberadaan gugus labilnya dapat secara luas diklasifikasikan dalam empat golongan, yakni:
1.) Resin
penukar kation bersifat asam kuat (mengandung gugusan HSO3).
2.) Resin penukar kation bersifat asam lemah (mengandung gugusan –COOH)
3.) Resin penukar anion bersifat basa kuat (mengandung gugusan amina tersier atau kuartener.
4.) Resin penukar anion bersifat basa lemah (mengandung OH sebagai gugusan labil).
2.) Resin penukar kation bersifat asam lemah (mengandung gugusan –COOH)
3.) Resin penukar anion bersifat basa kuat (mengandung gugusan amina tersier atau kuartener.
4.) Resin penukar anion bersifat basa lemah (mengandung OH sebagai gugusan labil).
Kapasitas
dan efektivitas resin terhadap klor dikerjakan dengan melewatkan larutan klor
dengan beberapa variasi konsentrasi ke dalam kolom resin yang didiamkan selama
waktu jenuhnya. Kapasitas resin penukar anion didefinisikan sebagai banyakny
anion yang dapat diturunkan oleh setiap 1 g resin kering, selanjutnya kapasitas
resin dapat dicari berdasarkan grafik kapasitasnya yang diperoleh dengan cara
membuat grafik antara variasi konsentrasi larutan klor dengan banyaknya klor
yang terikat oleh 1 g resin (Antara, 2008: 90).
Mengetahui
besarnya nilai penukaran suatu resin penukar ion dalam praktek berguna untuk
dapat memperkirakan berapa banyaknya resin yang diperlukan (yang harus
dimasukkan dalam kolom) untuk suatu penetapan atau suatu pemisahan. Dalam
praktek biasanya jumlah resin yang dimasukkan ke dalam kolom adalah ± 2 kali
jumlah yang dihitung berdasarkan nilai kapasitas penukarannya (Tim Dosen Kimia
Analitik, 2013: 17-18).
Jumlah
konsentrasi ion logam dalam larutan akan mempengaruhi kemampuan pengamban
dengan konsentrasi tetap untuk diekstraksi dari fasa air ke fasa organik. Ion
logam dipengaruhi oleh konsentrasi ion logam Fe(III), Cr (III), Ni(II), Pb(II),
Co(II), dan Cu(II) yang ada di fasa air. Pada konsentrasi tertentu semua situs pengemban
telah mengikat ion logam. Saat kondisi seperti ini meskipun konsentrasi ion
logam bertambah tidak akan mempengaruhi jumlah ion logam yang terekstraksi,
justru menurun karena akivitas logam dalam larutan menjadi lebih kecil sehingga
yang terkompleks juga menjadi berkurang (Harimu, 2009:265).
Nikel
adalah logam putih perak yang keras. Nikel bersifat liat, dapat ditempa dan
sangat kukuh. Logam ini melebur pada 1455oC, dan bersifat sedikit
magnetis. Semua senyawa nikel, bila dipanaskan dengan natrium karbonat di atas
arang, menghasilkan serpih-serpih logam nikel berwarna abu-abu yang sedikit
magnetis. Jika serpih-serpih itu ditaruh di atas selambar pita kertas saring,
dilarutkan dengan beberapa tetes asam nitrat, lalu ditambahkan beberapa tetes
asam klorida pekat, dan kertas saring dikeringkan dengan menggerakkannya maju
mundur dalam nyala api, atau dengan menaruhnya pada dinding sebelah luar tabung
uji yang mengandung air yang dipanaskan sampai titik didih, maka kertas
mendapat warna hijau yang disebabkan oleh terbentuknya nikel (II) klorida.
Dengan membasahkan kertas saring itu dengan larutan ammonia, dan menambahkan
beberapa tetes dimetilglioksima, terjadi warna merah (Svehla, 1998:284-285).
Besi
yang murni adalah logam berwarna putih-perak, yang kukuh dan liat. Ia melebur
pada 1535oC. Jarang terdapat besi komersial yang murni; biasanya
besi mengandung sejumlah kecil karbida, silisida, fosfida, dan sulfida dan
besi, serta sedikit grafit. Bila kalium sianida ditambahkan perlahan-lahan,
menghasilkan endapan coklat kemerahan besi (II) sianida:
Fe3+ + 3CN- ---> Fe(CN)3
Dalam larutan yang
sedikit asam, Fe3+ yang direaksikan dengan ammonium tiosianat,
dihasilkan pewarnaan merah tua (perbedaan dari ion besi (II)), yang disebabkan
karena pembentukan suatu kompleks besi (III) tiosianat yang tak berdisosiasi:
Fe3+ + 3SCN- -----> Fe(SCN)3
Molekul yang tak
bermuatan ini dapat diekstraksi oleh eter atau amil alkohol. Selain itu,
terbentuk pula serangkaian ion-ion kompleks, seperti [Fe(SCN)]2+,
[Fe(SCN)4]-, [Fe(SCN)5]2-, dan [Fe(SCN)6]3-
(Svehla, 1998: 263-264).
D.
Alat
dan Bahan
1. Alat
a. Buret 50 mL 4 buah
a. Buret 50 mL 4 buah
b. Statif
dan klem @ 3 buah
c. Corong
biasa 2 buah
d. Gelas
ukur 250 mL 1 buah
e. Gelas ukur 25 mL 1 buah
e. Gelas ukur 25 mL 1 buah
f. Batang
pengaduk 2 buah
g. Gelas kimia
g. Gelas kimia
h. Erlenmeyer
250 mL
i.
Neraca analitik 1 buah
j.
Botol semprot 1 buah
k. Corong pisah 250 mL 2 buah, 100 mL 1 buah
k. Corong pisah 250 mL 2 buah, 100 mL 1 buah
l.
Pipet tetes 5 buah
m. Gelas
ukur 10 mL 1 buah
n. Tabung
reaksi 3 buah
2. Bahan
a. Resin
penukar kation yang bersifat asam kuat (Dowex-50 Wx8)
b. Larutan natrium sulfat (Na2SO4) 0,25 M
b. Larutan natrium sulfat (Na2SO4) 0,25 M
c. Indikator
pp
d. Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 M
d. Larutan natrium hidroksida (NaOH) 0,1 M
e. Resin
penukar anion yang bersifat basa kuat (D0wex 1x8)
f. Larutan
natrium nitrat (NaNO3) 0,25 M
g. Larutan standar perak nitrat (AgNO3) 0,1 M
g. Larutan standar perak nitrat (AgNO3) 0,1 M
h. Larutan
kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator
i.
Larutan asam klorida (HCl) pekat dan 0,5
M
j.
Larutan cuplikan yang mengandung Ni2+
dan Fe3+
k. Kapas
k. Kapas
l.
Aquades (H2O)
m. Dimetil
glioksim
n. Larutan
KSCN
E.
Prosedur
Kerja
1. Menentukan
kapasitas resin penukar kation
a. Mengisi buret (kolom) dengan aquades. Mengeluarkan udara yang terperangkap pada kapas di bagian bawah kolom tersebut.
a. Mengisi buret (kolom) dengan aquades. Mengeluarkan udara yang terperangkap pada kapas di bagian bawah kolom tersebut.
b. Menimbang
dengan teliti 0,5 g resin penukar kation ke dalam gelas kimia 100 mL dan
memindahkan resin tersebut ke dalam kolom dengan menggunakan corong yang
kering.
c. Menambahkan
aquades secukupnya sampai seluruh resin terendam semua. Mengeluarkan gelembung
udara yang ada di dalam dengan cara memukul-mukul kolom tersebut dengan tabung
karet. Selanjutnya atur tinggi air sekitar 1 cm di atas permukaan resin.
d. Mengisi corong pisah dengan 250 mL larutan Na2SO4 0,25 M. Membiarkan larutan tersebut masuk ke kolom dengan kecepatan kira-kira 2 tetes per 3 menit.
d. Mengisi corong pisah dengan 250 mL larutan Na2SO4 0,25 M. Membiarkan larutan tersebut masuk ke kolom dengan kecepatan kira-kira 2 tetes per 3 menit.
e. Menampung
efluen di dalam Erlenmeyer 500 mL.
f. Bila
larutan telah masuk ke dalam kolom semua maka selanjutnya efluen dititrasi
dengan larutan standar NaOH 0,1 M dengan menggunakan indikator pp untuk
menentukan titik akhir titrasi.
2. Penentuan
kapasitas resin penukar anion
a. Mengisi buret (sebagai kolom) dengan aquades. Mengeluarkan udara yang terperangkap pada kapas di bagian bawah kolom tersebut.
a. Mengisi buret (sebagai kolom) dengan aquades. Mengeluarkan udara yang terperangkap pada kapas di bagian bawah kolom tersebut.
b. Menimbang
dengan teliti 0,1 gram resin penukar anion kering yang bersifat basa kuat dan
memasukkan resin tersebut ke dalam kolom dengan menggunakan corong yang kering.
c. Mengisi
corong pisah dengan larutan NaNO3 0,25 M dan membiarkan menetes
melalui kolom dengan kecepatan 2 tetes per menit.
d. Menampung
efluen dalam labu Erlenmeyer 500 mL.
e. Setelah
semua larutan telah masuk ke dalam kolom, titrasi efluen dengan larutan AgNO3
0,1 M standar, menggunakan indikator K2CrO4 untuk
menentukan titik akhir titrasi.
3. Pemisahan
ion Ni2+ dan Fe3+
a. Menimbang
20 g resin penukar kation yang dimasukkan ke dalam gelas kimia 250 mL.
b. Menambahkan
100 mL aquades.
c. Mengaduk
selama beberapa menit kemudian mendekantir cairannya hingga volumenya tinggal ±
25 mL.
d. Mengulangi
cara kerja c, hingga cairannya benar-benar jernih.
e. Memasukkan
resin ke dalam kolom kromatografi yang bagian bawahnya telah diisi dengan
sedikit kapas dan aquades sedemikian rupa hingga tinggi resin dalam buret ± 20
cm. Menutup bagian atas resin dengan sedikit kapas.
f. Mencuci kolom resin dengan sedikit aquades dan menjaga agar permukaan air tidak berada di bawah lapisan kapas bagian atas.
f. Mencuci kolom resin dengan sedikit aquades dan menjaga agar permukaan air tidak berada di bawah lapisan kapas bagian atas.
g. Memasukkan
25 mL HCl pekat ke dalam corong pisah yang telah dipasang di atas tabung kolom
resin. Dengan hati-hati, meneteskan HCl pekat ke dalam kolom sambil mengeluarkan
aquades dalam kolom per tetes juga hingga permukaan HCl pekat dalam kolom ± 1cm
di atas lapisan kapas.
h. Dengan
menggunakan pipet, mengambil 2 mL larutan cuplikan yang mengandung campuran Ni2+
dan Fe3+ dan memasukkannya ke dalam kolom resin. Mengisi corong
pisah lagi dengan 25 mL HCl pekat.
i.
Mengeluarkan larutan HCl dari kolom
resin dan mengatur laju air efuen 0,5 mL per menit. Menampung efluen dalam labu
Erlenmeyer hingga volumenya 10 mL. Selama pengeluaran efluen, HCl pekat dalam
corong pisah harus selalu diteteskan hingga permukaan HCl pekat dalam kolom
sesalu tetap.
j.
Mengganti labu Erlenmeyer tersebut
dengan labu Erlenmeyer lain untuk menampung efluen I yang menandung ion.
k. Setelah semua ion Ni2+ keluar, mengisi corong pisah dengan 25 mL HCl 0,5 M. Mengalirkan ke dalam kolom resin sambil mengeluarkan dan menampung efluen II (Fe3+).
k. Setelah semua ion Ni2+ keluar, mengisi corong pisah dengan 25 mL HCl 0,5 M. Mengalirkan ke dalam kolom resin sambil mengeluarkan dan menampung efluen II (Fe3+).
l.
Menampung tiga (3) tetes terakhir dari efluen dalam tabung reaksi dan
menambahkan beberapa tetes dimetil glioksim. Jika tidak terjadi perubahan
warna, maka efluent diganti dengan HCl 0,5 M untuk mengelusi Fe3+
dari kolom.
m. Menguji
efluen II dengan 2-3 tetes KSCN untuk mengidentifikasi adanya besi.
n. Setelah pekerjaan selesai, mencuci kolom resin dengan aquades hingga bersih.
n. Setelah pekerjaan selesai, mencuci kolom resin dengan aquades hingga bersih.
F.
Hasil
Pengamatan
1. Penentuan
kapasitas resin penukar kation
No.
|
Perlakuan
|
Hasil
Pengamatan
|
1.
|
Menimbang 0,5 g resin
penukar kation dan memasukkan ke dalam kolom yang telah diisi kapas.
|
0,5 g resin penukar
kation di dalam kolom.
|
2.
|
Menambahkan H2O
ke dalam kolom.
|
Resin dalam keadaan
basah dan aquades 1 cm di atas resin.
|
3.
|
Memasukkan 250 mL Na2SO4
0,25 M ke dalam kolom melalui corong pisah sedikit demi sedikit.
|
Efluen tak berwarna
(H2SO4)
|
4.
|
Menitrasi efluen
dengan NaOH 0,2 mL dengan indikator pp.
|
Titran warna merah
muda (titik akhir titrasi.
|
2. Penentuan
kapasitas resin penukar anion
No.
|
Perlakuan
|
Hasil
Pengamatan
|
1.
|
Menimbang 0,1 g resin
penukar anion dan memasukkannya ke dalam kolom yang telah diisi kapas.
|
0,1 g resin penukar
anion di dalam kolom
|
2.
|
Menambah H2O
ke dalam kolom.
|
Resin basah dan H2O
berada 1 cm di atas resin.
|
3.
|
Memasukkan NaNO3
0,25 M sebanyak 250 mL ke dalam corong pisah sedikit demi sedikit.
|
Efluen tak berwarna
(NaCl)
|
4.
|
Menitrasi efluen
denga AgNO3 0,4 mL dengan indikator K2CrO4
|
Titran warna jingga.
|
3. Pemisahan
ion Ni2+ dan Fe3+
No.
|
Perlakuan
|
Hasil
Pengamatan
|
1.
|
Menimbang 20 g resin
penukar kation dan memasukkannya ke dalam kolom yang telah diisi kapas dan
resin telah didekantir, dan ditambah H2O.
|
Resin bersih di dalam
kolom dalam keadaan basah dan H2O berada 1 cm di atas resin.
|
2.
|
Memasukkan 25 mL HCl
pekat ke dalam kolom melalui corong pisah sedikit demi sedikit kemudian
memasukkan 2 mL campuran Ni2+ dan Fe3+ kemudian 25 mL
HCl pekat.
|
Efluen berwarna
kuning (Ni2+)
|
3.
|
Memasukkan 25 mL HCl
0,5 M ke dalam kolom melalui corong pisah.
|
Efluen berwarna hijau
(Fe3+)
|
4.
|
Menetesi efluen warna
kuning dengan 2-3 tetes dimetil glioksim.
|
Warna tetap kuning,
menandakan larutan mengandung nikel.
|
5.
|
Menetesi efluen warna
hijau dengan 2-3 tetes KSCN
|
Efluen berwarna merah
menandakan mengandung besi.
|
a. Kapasitas
resin penukar kation
Konsentrasi
NaOH = 0,1 N
Volume
NaOH = 0,2 mL
Berat
resin = 0,5 g
Kapasitas
resin = 0,8 meq/g
b. Kapasitas
resin penukar anion
Konsentrasi
AgNO3 = 0,1 N
Volume
AgNO3 = 0,4 mL
Berat
resin = 0,1g
Kapasitas
resin = 8 meq/g
c. Pemisahan
Ni2+ dan Fe3+
Efluen
I = Ni2+
Efluen
II = Fe3+
Laju
alir efluen = 0,333 tetes per
detik
G.
Analisis
Data
1. Kapasitas
resin penukar kation
Diketahui:
V NaOH = 0,2 mL
w = 0,5 g
a NaOH = 0,1 N = 0,1 meq/mL
Ditanyakan:
C = ………………..?
Penyelesaian:
Fp
=
= 20
C
= Fp
= 20
= 0,8 meq/g
2. Kapasitas
resin penukar anion
Diketahui:
V AgNO3 = 0,4 mL
w = 0,1 g
a AgNO3 = 0,1 N = 0,1
meq/mL
Ditanyakan:
C = ………………..?
Penyelesaian:
Fp
=
= 20
C
= Fp
= 20
= 8 meq/g
H.
Pembahasan
1. Penentuan
kapasitas resin penukar kation
Resin merupakan senyawa hidrokarbon terpolimerisasi,
yang mengandung ikatan hubung silang (crosslinking) serta gugusan-gugusan
fungsional yang mempunyai ion-ion tertentu. Pada resin penukar kation, gugus
fungsionalnya memiliki ion positif (kation) yang nantinya akan bertukar dengan
kation dari senyawa yang akan direaksikan.
Kolom yang akan digunakan untuk kromatografi, sebelum ditambahkan resin terlebih dahulu dimasukkan kapas yang berfungsi untuk menyaring efluen yang akan menuruni kolom sehingga efluen yang diperoleh murni. Air juga digunakan untuk mengeluarkan udara dari kapas dan membasahi resin agar lebih mudah bereaksi dengan Na2SO4 0,25 M yang akan diteteskan melalui corong pisah. Resin yang digunakan pada percobaan ini adalah resin yang memiliki gugus H+ yaitu bersifat basa kuat, yang nantinya akan dipertukarkan dengan ion Na+ dari Na2SO4. Penambahan Na2SO4 dilakukan melalui corong pisah yang diteteskan sedikit demi sedikit bertujuan untuk membentuk H2SO4 karena pertukaran ion H+ dan Na+ secara teratur dan lebih banyak diperoleh. Reaksi yang terjadi antara resin dan Na2SO4 adalah sebagai berikut:
Kolom yang akan digunakan untuk kromatografi, sebelum ditambahkan resin terlebih dahulu dimasukkan kapas yang berfungsi untuk menyaring efluen yang akan menuruni kolom sehingga efluen yang diperoleh murni. Air juga digunakan untuk mengeluarkan udara dari kapas dan membasahi resin agar lebih mudah bereaksi dengan Na2SO4 0,25 M yang akan diteteskan melalui corong pisah. Resin yang digunakan pada percobaan ini adalah resin yang memiliki gugus H+ yaitu bersifat basa kuat, yang nantinya akan dipertukarkan dengan ion Na+ dari Na2SO4. Penambahan Na2SO4 dilakukan melalui corong pisah yang diteteskan sedikit demi sedikit bertujuan untuk membentuk H2SO4 karena pertukaran ion H+ dan Na+ secara teratur dan lebih banyak diperoleh. Reaksi yang terjadi antara resin dan Na2SO4 adalah sebagai berikut:
Ion H+ dan
Na+ dapat bertukar karena perbedaan keelektronegatifan yang
menyebabkan H+ lebih stabil berikatan dengan SO42-
daripada Na+, dimana atom H dan Na berada dalam satu golongan dan
dalam satu golongan tersebut, dari atas ke bawah sifat keelektronegatifannya
semakin kecil. Dalam tabel periodik diketahui bahwa H berada pada periode 1 dan
Na periode 3, sehingga H+ lebih elektronegatif daripada Na+.
Selain itu, H juga unsur non logam sehingga lebih mudah untuk membentuk ikatan
kovalen. Dengan demikian, proses pertukaran kation dapat berlangsung.
Efluen kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 M dengan indikator pp. Larutan NaOH digunakan untuk titrasi bertujuan untuk mendeteksi adanya H2SO4 pada efluen. Indikator pp digunakan untuk mendeteksi terjadinya titik akhir titrasi dari tak berwarna menjadi berwarna merah muda pada larutan. Volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi adalah 0,2 mL sehingga kapasitas resin penukar kation yang diperoleh dari analisis data adalah 0,8 meq/g. Mengetahui besarnya kapasitas resin penukar ion berguna untuk memperkirakan banyaknya resin yang diperlukan (yang dimasukkan dalam kolom) untuk suatu penetapan atau suatu pemisahan. Reaksi yang terjadi pada penitrasian yaitu:
Efluen kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 M dengan indikator pp. Larutan NaOH digunakan untuk titrasi bertujuan untuk mendeteksi adanya H2SO4 pada efluen. Indikator pp digunakan untuk mendeteksi terjadinya titik akhir titrasi dari tak berwarna menjadi berwarna merah muda pada larutan. Volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi adalah 0,2 mL sehingga kapasitas resin penukar kation yang diperoleh dari analisis data adalah 0,8 meq/g. Mengetahui besarnya kapasitas resin penukar ion berguna untuk memperkirakan banyaknya resin yang diperlukan (yang dimasukkan dalam kolom) untuk suatu penetapan atau suatu pemisahan. Reaksi yang terjadi pada penitrasian yaitu:
H2SO4 +
2NaOH ----> Na2SO4 + 2H2O
2. Penentuan
kapasitas resin penukar anion
Resin
penukar anion merupakan resin yang gugus fungsionalnya memiliki ion negatif
(anion) untuk dipertukarkan. Besarnya kapasitas suatu resin penukar anion yang
bersifat basa dapat ditentukan dengan cara menetapkan banyaknya milligram
ekivalen NO3- yang dapat dipertukarkan dengan 1 g resin
dalam bentuk ion Cl-. Prinsip kerja penukar anion sama dengan resin
penukar kation. Hanya saja ion yang dipertukarkan yang berbeda. Senyawa yang
ditambahkan melalui corong pisah pada percobaan ini adalah NaNO3
dimana ion NO3- akan bertukar dengan ion Cl-
pada resin untuk mencapai kestabilan karena perbedaan keelektronegatifan. Unsur
atau senyawa yang memiliki harga keelektronegatifan lebih tinggi, maka
kemampuannya untuk berikatan dengan atom lain dalam ikatan kimia semakin besar.
Dalam kasus ini, Cl- lebih elektronegatif dari NO3-
dan perbedaan keelektronegatifan Cl- dan Na+ lebih besar
dari Na+ dan NO3- sehingga Na+
lebih cenderung tertarik ke Cl- untuk membentuk ikatan ionik. Reaksi
yang terjadi yaitu:
Efluen
kemudian dititrasi dengan AgNO3 0,1 M dengan menggunakan K2CrO4
sebagai indikator. Hal ini bertujuan untuk membuktikan adanya NaCl pada efluen.
Indikator K2CrO4 berfungsi untuk mengidentifikasi
terjadinya titik akhir titrasi dari tak berwarna menjadi berwarna jingga.
Volume AgNO3 yang digunakan dalam titrasi ini adalah 0,4 mL. Pada
titik akhir titrasi, akan terbentuk endapan pada larutan karena kelebihan Ag
yang tidak berikatan dengan Cl- bereaksi dengan ion CrO42-
dari K2CrO4. Adapun reaksinya yaitu:
Berdasarkan
analisis data, kapasitas resin penukar anion yang diperoleh adalah 8 meq/g,
yang berarti bahwa dalam 1 g resin, sebanyak 8 mgreek anion yang dipertukarkan.
3. Pemisahan
ion Ni2+ dan Fe3+
Percobaan
ini bertujuan untuk memisahkan ion Ni2+ dan Fe3+ dalam
cuplikan dengan menggunakan resin penukar kation. Menurut teori, resin yang
seharusnya digunakan adalah resin penukar anion karena Ni2+ dan Fe3+
adalah kation yang akan bereaksi dengan Cl- dari resin yang dielusi
dengan HCl pekat yang berfungsi sebagai pengompleks ion Ni2+ dan Fe3+.
Ni2+ bereaksi dengan HCl pekat dapat membentuk kompleks [Ni(Cl4)]2-.
Penggunaan HCl pekat pada Ni karena HCl tersebut akan terikat kuat pada resin
dan anion akan membentuk senyawa kompleks dengan Ni2+. Sedangkan Fe3+
menggunakan HCl encer untuk mengelusi anion-anion yang terikat pada resin
tersebut membentuk ion kompleks [Fe(Cl)6]3-. Ion kompleks
[Fe(Cl)6]3- terserap sangat kuat oleh resin penukar anion
karena tetapan kestabilannya lebih stabil daripada ion [Ni(Cl)4]2-,
sehingga [Ni(Cl)4]2- akan cepat keluar dari kolom
sementara ion [Fe(Cl)6]3- ditahan oleh resin penukar
anion sebagai akibat penggunaan HCl pekat. Efluen I berwarna kuning dan efluen
II berwarna hijau. Menurut teori, efluen I berwarna hijau yang mengandung Ni2+
dan efluen II berwarna kuning yang mengandung Fe3+. Ketidaksesuaian
dengan teori dapat diakibatkan karena penggunaan resin yang salah.
Pengidentfikasian
ion Ni2+ dan Fe3+ dapat dilakukan dengan menambahkan
indikator pada masing-masing efluen. Efluen I yang berwarna kuning direaksikan
dengan dimetil glioksim (C4H8O2N2)
menghasilkan warna yang tetap. Menurut teori, nikel yang direaksikan dengan
dimetil glioksim juga memiliki warna tetap (tidak terjadi perubahan warna).
Efluen II yang berwarna hijau direaksikan dengan kalium tiosianat (KSCN)
menghasilkan larutan yang berwarna merah yang menandakan larutan positif
mengandung besi (Fe). Hal ini sesuai teori, dimana jika terdapat sampel yang
mengandung besi dan direaksikan dengan KSCN akan menghasilkan warna merah.
Reaksi nikel (Ni2+) dan besi (Fe3+) yaitu:
I.
Penutup
1. Kesimpulan
a. Kapasitas
resin penukar anion yang diperoleh adalah 8 meq/g.
b. Kapasitas
resin penukar kation yang diperoleh adalah 0,8 meq/g.
c. Pemisahan
ion Ni2+ dan Fe3+ dapat dilakukan dengan kromatografi
penukar anion, dimana menurut teori, efluen I adalah Ni2+ yang
berwarna hijau dan tetap hijau setelah direaksikan dengan dimetil glioksim.
Efluen II adalah Fe3+ yang berwarna kuning dan akan berubah menjadi
merah setelah direaksikan dengan KSCN.
2. Saran
Pada pemisahan ion Ni2+
dan Fe3+ haruslah memperhatikan resin yang dipakai. Resin yang benar
untuk digunakan dalam percobaan ini adalah resin penukar anion.
DAFTAR PUSTAKA
Antara,IK.G.dkk.2008. Kajian Kapasitas dan Efektivitas Resin
Penukar Anion untuk Mengikat Klor dan Aplikasinya pada Air. Jurnal Kimia 2(2),
Juli 2008, Hal: 87-92.
Basset,
J.dkk. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia
Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Harimu,
La.dkk. 2009. Sintesin Poliugenil
Oksiasetat sebagai Pengemban untuk Pemisahan Ion Logam Berat Fe(III), Cr(III),
Ni(II), Co(II), dan Pb(II) Menggunakan Metode Ekstraksi Pelarut.
Indo.J.Chem, 2009, 9(2), Hal:261-266.
Khopkar,S.M.
2010. Dasar-Dasar Kimia Analitik.
Jakarta: UI-Press.
Svehla,G.1998.
Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif
Makro dan Semimikro Edisi Ke Lima. Jakarta: Kalman Media Pustaka.
Tim
Dosen Kimia Analitik. 2013. Penuntun
Praktikum Kimia Analitik II. Makassar: Laboratorium Kimia FMIPA UNM.
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)